Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Container Icon

Contoh Proposal PTK


JUDUL :
“ MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA OPERASI HITUNG PECAHAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION (RME) KELAS V DI SDN RANDEGANSARI ”
(karya : Siti Mujarodah)

A.       LATAR BELAKANG MASALAH
Metematika merupakan ilmu hitung yang berupa nominal. Struktur yang ada dalam matematika sangatlah sistematis mulai dari metematika tingkat dasar (hitungan) sampai pada matematika terapan atau aplikasi terhadap ilmu yang lain serta pengembangannya. Penguasaan bilangan akan besar pengaruhnya dalam mempelajari matematika.

Menurut Erna (2006,15) menyatakan bahwa  dalam melaksanakan pengajaran matematika khususnya di sekolah dasar masih terdapat kesulitan untuk materi bilangan terutama pokok bahasan pecahan. Matematika akan sulit dipahami oleh anak SD jika diajarkan tanpa memperhatikan tahap berpikir anak.[1]
Pendapat ini diperkuat kembali oleh piaget yang dikutip oleh Asri Budiningsih dalam buku yang berjudul Belajar dan Pembelajaran bahwa, anak usia SD adalah anak yang berada pada usia 7 sampai 12 tahun.
Mereka sudah memiliki kecakapan logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkrit. [2]
 Hal ini berarti siswa masih berpikir pada tahap operasi konkrit yang artinya siswa SD belum bisa berpikir formal.Untuk menghindari keterbatasan berpikir anak perlu diberi gambaran konkrit. Sehingga siswa mampu menelaah persoalan.
Pembelajaran matematika yang dirasa siswa menjadi salah satu pelajaran yang sulit dan menjemukan akan membuat siswa cenderung kurang berminat dan aktif dalam pembelajaran.
Hal ini sependapat dengan Sriyono (1992,62) menyatakan bahwa , dalam pengoperasian matematika sebagian besar bahkan hampir seluruhnya menggunakan angka atau simbol. Memang tampaknya membosankan apalagi penyajiannya bersifat monoton dan tidak bervariasi.[3]
Dalam materi operasi hitung pecahan pada anak kelas V di SDN Randegansari penulis rasa kurang baik dalam pemahamannya. Siswa masih belum bisa mengoperasikan  materi pecahan tersebut dengan baik. Padahal seharusnya siswa sudah dapat memahami dan melakukan pengerjaan operasi hitung pecahan dengan baik. Selain itu siswa juga seharusnya dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan realnya.
Mengoperasikan pecahan bukan hanya diperlukan dalam mempelajari matematika saja, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Apabila siswa telah mampu mengoperasikan pecahan, maka siswa akan memiliki salah satu dasar yang kuat untuk mempelajari cabang matematika lainnya, sehingga program kurikuler pengajaran matematika dapat dicapai seperti yang diharapkan.
Kenyataan sangat berbeda dengan harapan, kebanyakan dari siswa selalu mendapatkan kendala dalam mengoperasikan pecahan. Hal ini dapat dilihat ketika mengerjakan soal-soal matematika yang menyangkut dengan operasi pecahan.
Kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa pada materi operasi hitung pecahan  yaitu diantaranya sebagai berikut :
1.         Siswa terbiasa melakukan operasi hitung pada bilangan bulat saja. Pada waktu siswa berhadapan dengan operasi hitung menggunakan bilangan pecahan, mereka sulit membayangkan seberapa besar bilangan pecahan tersebut.
2.         Pada dasarnya siswa tidak memahami makna dari pecahan tersebut
3.         Siswa merasa kesulitan dalam memahami perkalian bilangan asli dengan pecahan
4.         Siswa kurang memahami dalam operasi hitung misalnya dalam penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Sehingga mereka merasa kesulitan dalam pengerjaannya. Apalagi sudah masuk dalam materi pecahan.
Dari kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh siswa tersebut sangat berpengaruh terhadap hasil belajar yang mereka dapatkan. Prestasi belajar yang didapatkan siswa dari hasil evaluasi mulai ulangan harian 1 sampai ulangan harian 3 pada materi operasi hitung pecahan kebanyakan siswa mendapatkan nilai di bawah standar.
Standar KKM dalam pelajaran matematika di SDN Randegansari adalah 65. Akan tetapi rata-rata dari seluruh siswa mendapatkan nilai < 65, dan hanya terdapat 3 siswa  yang mendapatkan nilai > 65 pada materi operasi hitung pecahan. Selain itu ditemukan lagi bahwa prestasi belajar siswa pada tahap akhir semester 1 mata pelajaran matematika menduduki peringkat ke empat setelah mata pelajaran PKN, Agama Islam, dan Bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan karena peserta didik kebanyakan tidak dapat mengerjakan poin pada soal yang berhubungan dengan materi operasi hitung pada pecahan. Sehingga banyak sekali jawaban yang salah pada soal tersebut.
Informasi yang diperoleh dari guru di lapangan, menunjukkan bahwa penyebab munculnya permasalahan atau kesulitan yang dialami oleh siswa tersebut dikarenakan dalam penyampaian materi pada anak kelas V di SDN Randegansari cenderung bersifat abstrak. Sehingga, peserta didik merasa kebingungan dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru.
Selain itu, selama ini siswa melakukan operasi hitung bilangan pecahan tanpa mengetahui maknanya. Siswa hanya melihat angka atau bilangan pecahan saja. Pembelajaran matematika yang abstrak ini mudah dilupakan siswa, sehingga guru sering harus mengulang kembali apa yang sudah dipelajari siswa sebelumnya.
Guru juga kurang menggunakan variasi dalam pembelajarannya. Mereka tidak  pernah menggunakan strategi, pendekatan ataupun metode yang dapat membuat siswa lebih aktif. Sehingga guru kurang bisa mengembangkan dan menggali potensi yang ada pada peserta didik. Bahkan guru tidak pernah menghubungkan materi operasi hitung pecahan dengan kehidupan yang sering mereka jumpai dan alami dalam kesehariannya.
Gejala yang demikian menjadi permasalahan yang dipandang penulis untuk segera diatasi. Apabila gejala tersebut tidak segera diatasi maka dapat berdampak pada nilai yang didapatkan siswa. Selain nilai, tingkat pemahaman siswa mengenai operasi hitung pecahan juga belum sepenuhnya dipahami. Sehingga  pada materi selanjutnya siswa akan merasa bingung dalam pengerjaannya.
Upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalahan tersebut yaitu
1) Guru dapat menggunakan model pembelajaran PBM (Pembelajaran Berbasis Masalah). Yang mana dalam hal ini materi yang diajarkan (misalanya operasi hitung pecahan) dikaitkan langsung dengan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis.
2)    Menggunakan Model Pembelajaran Induktif. Yang mana dalam model ini siswa diminta untuk menemukan konsep-konsep yang telah mereka temukan sendiri dari apa yang telah dilakukannya (Esti, 2009, 11).[4]
3)   Guru dapat menggunakan pendekatan realistik. Pendekatan realistik ini sangat memperhatikan aspek-aspek informal, kemudian mencari jembatan untuk mengantarkan pemahaman siswa pada matematika formal.
4)   Guru mengajak siswa untuk selalu antusias terhadap tugas-tugas yang diberikan. Hal ini dapat dibantu oleh guru dengan memberikan tugas-tugas mengenai materi operasi hitung pecahan yang membuat peserta didik senang dan merasa tertantang untuk mengerjakan. Dari sini guru dapat mengevaluasi seberapa pemahaman yang telah dikuasai siswa dalam materi operasi hitung pecahan.
Dari alternatif pemecahan masalah di atas menurut penulis cara yang paling efektif digunakan dalam permasalahan mengenai materi operasi hitung pada anak kelas V di SDN Randegansari yaitu dengan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME). Disini guru dapat mengawali pembelajaran dengan masalah kontekstual (“dunia nyata”), sehingga memungkinkan siswa untuk menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung. Proses penyarian (inti) dari konsep yang sesuai dari situasi nyata dinyatakan sebagai matematisasi konseptual.
Melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian siswa dapat mengaplikasikan konsep matematika kebidang baru dari dunia nyata. Oleh karena itu, untuk menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari perlu diperhatikan matematisasi pengalaman sehari-hari dan penerapan matematika dalam sehari-hari.
Misalnya saja mengenai materi pecahan. Pecahan di SD diinterpretasikan sebagai bagian dari keseluruhan. Interpretasi ini mengacu pada pembagian unit kedalam bagian yang berukuran sama. Dalam hal ini sebagai kerangka kerja siswa adalah daerah, panjang, dan model volume.
Dalam pembelajaran, sebelum siswa masuk pada sistem formal, terlebih dahulu siswa di bawa ke “situasi” informal. Misalnya, pembelajaran pecahan dapat diawali dengan pembagian menjadi bagian yang sama (misalnya pembagian kue) sehingga tidak terjadi loncatan pengetahuan informal anak dengan konsep-konsep matematika (pengetahuan matematika formal). Setelah siswa memahami pembagian menjadi bagian yang sama, baru dikenalkan istilah pecahan. Setelah itu dari konsep tersebut siswa diajak untuk menghitung dari operasi pecahan dengan konteks dunia nyata menggunakan  pemisalan pembagian kue sebelumnya.
Hal ini sangat berbeda dengan pembelajaran konvensional. Dimana siswa sejak awal dicekoki dengan istilah pecahan dan beberapa jenis pecahan maupun cara operasi hitung. Siswa sama sekali tidak dihadapkan pada konteks dunia nyata atau dihadapkan pada keadaan real.
Jadi, pembelajaran matematika realistik diawali dengan fenomena, kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan menemukan kembali dan mengkonstruksi konsep sendiri. Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang lain.
Dari sini siswa akan merasa senang karena mereka mengetahui pengerjaan dari operasi hitung pecahan yang mereka konsep sendiri. Selain itu siswa secara langsung terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Peran guru disini hanyalah sebagai fasilitator. Sehingga kegiatan pembelajaran terpusat secara penuh kepada siswa. Pada tahap akhir, Guru dapat melakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa mengenai apa yang telah didapatkan sebelumnya. Dengan cara bertanya atau memberikan sebuah soal baik secara tertulis maupun secara lisan.
Berdasarkan pemaparan permasalahan di atas penulis berkeinginan untuk mengadakan suatu penelitian yang lebih jauh seputar masalah tersebut. Dengan menggunakan pendekatan Mathematic Realistic Education pada materi operasi hitung pecahan pada siswa kelas V di SDN Randegansari . Sehingga nantinya dapat meningkatkan hasil belajar dan pemahaman siswa.

B.        RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1.      Apa saja yang membuat siswa kelas V di SDN Randegansari kesulitan dalam menguasai materi operasi hitung pecahan ?
2.      Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa pada materi operasi hitung pecahan dengan menggunakan pendekatan Realistik pada siswa kelas V di SDN Randegansari ?
3.      Apakah penggunaan pendekatan Realistik dapat meningkatkan penguasaan materi operasi hitung pecahan pada siswa kelas V di SDN Randegandari ?

C.        TUJUAN PENELITIAN
Sejalan dengan permasalahan dalam usaha penelitian ini, maka tujuan yang dicapai adalah:
1.      Untuk mengetahui tingkat kesulitan dalam penguasaan materi operasi hitung pecahan pada siswa kelas V di SDN Randegansari.
2.      Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa kelas V di SDN Randegansari dengan penggunaan pendekatan Realistik.
3.      Untuk mengetahui sejauhmnana penguasaan dan pemahaman siswa terhadap materi operasi hitung pecahan dengan pendekatan Realistik pada siswa kelas V di SDN Randegansari.

D.       MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini akan memberikan kontribusi bagi :
Manfaat teoritis :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan dalam pembelajaran matematika terutama dalam meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa siswa mengenai konsep operasi hitung pecahan dengan pendekatan realistik.
Manfaat praktis :
1.      Guru :
a.       Dapat memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran matematika di kelas sehingga permasalahan yang dihadapi oleh siswa maupun guru dapat diminimalkan.
b.      Meningkatkan guru dalam menguasai materi pada operasi hitung pecahan.
c.       Guru dapat merancang kegiatan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan matematika realistik dalam operasi hitung pecahan. Atau  menggunakan metode pembelajaran yang lebih bervariasi dalam proses pembelajaran pada materi berikutnya. 
2.      Siswa :
a.       Dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika, khususnya pada pokok bahasan Operasi hitung pecahan.
b.      Hasil penelitian diharapkan siswa lebih aktif, kreatif, tertantang dan termotivasi untuk mengikuti pembelajaran matematika. Dan tidak menjadikan pembelajaran matematika sebagai pelajaran yang menakutkan lagi sehingga dapat meningkatkan hasil belajarnya.
3.      Sekolah
a.       Hasil penelitian dapat memberikan sumbangan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah khususnya matematika dan sebagai sarana pemberdayaan untuk meningkatkan kerjasama , kreativitas, dan profesionalisme guru.
b.      Hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah dalam rangka perbaikan pembelajaran.




[1] Erna Suwangsih, Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung : UPI PRESS, 2006), 15.
[2] Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta : Rineka Cipta, 2005), 38-39.
[3] Sriyono, Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992), 62.
[4] Esti Yuli Widayanti, Kusaeri, dkk, Pembelajaran Matematika MI, (Surabaya: Lapis-PGMI,2009), paket 1 hal 11.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar