Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Container Icon

Komentar UU Pornografi pasal 36


Komentar UU ITE 

Pasal 36
Setiap orang yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggaman, atau yang bermuatan pornografi lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 10
Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau dimuka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggaman, atau yang bermuatan pornografi lainnya.
Penjelasan
Ada beberapa unsur yang harus diperhatikan di dalam pasal 10 UU Pornografi tahun 2008, yaitu sebagai berikut :
1.         Setiap orang
Unsur “setiap orang” menunjukkan bahwa subyek dalam tindak pidana pornografi adalah manusia sebagai subyek hukum. Sehinnga yang harus diperhatikan adalah kecakapan hukum dimana hal tersebut berhubungan dengan kemampuan untuk bertanggung jawab.
2.         Mempertontonkan diri atau orang lain
Unsur ini mengandung makna bahwa setiap orang dilarang mengeksploitasi dirinya sendiri maupun orang lain untuk kepentingan yang selain telah ditentukan oleh UU Pornografi.
3.         Didalam pertunjukan atau di muka umum
Unsur ini merupakan tempat terjadinya suatu tindak pidana atau locus delicti. Makna dari kata “di dalam pertunjukan” bukanlah bermakna sempit hanya di dalam sebuah pagelaran atau pameran semata, namun dapat berupa film ataupun sinetron dan semua bentuk hasil dari media elektronik yang sifatnya dapat dilihat oleh lebih dari 1 orang.
Sedangkan unsur “di muka umum” bukan berarti bahwa tindak pidana tersebut harus dilihat oleh khalayak ramai saja namun masuk ke pula dalam pengertiannya juga adalah tempat-tempat yang sudah diketahui oleh umum dan menjadi jalur lewatnya setiap orang. Misalnya : taman atau perpustakaan. Unsur “di muka umum” lebih dimaknai kepada tempat yang seyogyanya diketahui oleh umum dan bebas untuk umum.
4.         Yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual,persenggamaan, atau
Unsur “yang menggambarkan ketelanjangan” tidak harus dimaknai bahwa seseorang dianggap pelaku maka ia harus benar-benar telanjang, namun menimbulkan kesan seolah-olah telanjang pun dapat dikategorikan ke dalam unsur ini. Misalnya menggunakan baju tipis dan menerawang sehingga terlihat jelas alat-alat vitalnya atau menggunakan pakaian yang super ketat dan orang lain dapat dengan jelas melihat bentuk dan ukurannya.
Unsur “eksploitasi seksual” bermakna segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan, tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan percabulan.
Unsur “persenggamaan”, ini unsur tidak hanya dimaknai secara harfiah namun juga dimaknai seolah-olah bersenggama menimbulkan efek yang sama yaitu merangsang birahi yang melihatnya.
5.         Bermuatan pornografi lainnya
Yang dimaksud dengan “pornografi lainnya” antara lain kekerasan seksual, masturbasi, atau onani. Namun tidak hanya terbatas kepada tiga jenis itu saja,  termasuk didalamnya adalah penyimpangan seksual.
Komentar
            Berdasarkan penjelasan di atas, ketentuan di dalam pasal 10 tersebut tidak mensyaratkan adanya norma kesusilaan yang dilanggar, sehingga berlaku secara umum. Dan berdasarkan ketentuan pasal 10 di atas tidak disyaratkan atau dijelaskan mengenai motif dari pelaku apakah ada motif ekonomi atau tidak. Sehingga siapapun yang memenuhi unsur-unsur di dalam pasal 10, maka dapat dijerat melalui pasal 36 ini.
Mengenai hukum pidananya, Saya setuju sekali dengan apa yang tertulis dalam pasal 36 UU pornografi tahun 2008 bahwa seseorang akan dikenakan  pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau pidana denda paling banyak  Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) jika seseorang tersebut melanggar pasal 10 UU Pornografi tahun 2008 yang  menyatakan bahwa “Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau dimuka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggaman, atau yang bermuatan pornografi lainnya”.  
Hukuman yang diberikan sebagaimana yang telah tertuang pada pasal 36 di atas, sudah cukup membuat efek jera pada pelaku atau tersangka. Akan tetapi realita sekarang yang terjadi tidaklah sesuai dengan apa yang tertuang pada pasal 36 UU pornografi tahun 2008. Padahal jika kita amati atau kita rasakan dari dampak yang ditimbulkannya membawa dampak negatif  yang dapat dikatakan cukup tinggi pada masyarakat umum, apalagi jika hal tersebut ditonton oleh seluruh kalangan masyarakat umum yang tidak memandang usia. 
Dengan melihat video atau tontonan yang tidak baik tersebut memberikan dampak yang sangat luar biasa bagi masyarakat terutama bagi anak-anak dan remaja. Anak-anak yang belum pernah melihat hal terlarang seperti itu , maka otomatis yang ada dipikiran mereka adalah apa yang telah mereka lihat termasuk perbuatan baik. Sehingga perbuatan tersebut menurutnya layak untuk dicontoh.
Selain menanamkan sikap negatif pada anak, banyak juga dampak yang ditimbulkannya. Misalnya saja berbagai tindak kejahatan seperti pemerkosaan, pencabulan, sodomi, dan kekerasan seksual lainnya. Dengan tontonan yang seperti itulah dapat merusak moral anak khususnya dan umumnya bagi masyarakat luas. Dari berbagai dampak yang ditimbulkan diatas dapat kita simpulkan bahwa perilaku yang hanya dilakukan untuk kesenangan pribadi dapat memberikan efek yang cukup kompleks bagi perkembangan moral masyarakat.
Jika UU ini tidak diberlakukan secara baik maka otomatis budaya masyarakat akan cenderung ke arah yang negatif. Karena sesuatu yang dilakukan secara sepele tidak mendapatkan ketegasan secara pasti. Padahal kita tahu bahwa dampak yang ditimbulkannya sangat negatif. Dari sini, kita sudah tahu bahwa hukum di Indonesia masih belum di pastikan secara pasti dalam penerapannya.




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar